Kamis, 16 September 2010

SUASANA DI BAWAH BAYANGAN LANDASAN YANG TAK TERSOROT


“Besok mbak pergi ke Malang pakai ape, ma?,” kata mas Harry menanyakan perihal kepergian mbak Tuti besok.
            “Ye pakai pesawat lah, kan lebih cepat,” dengan cepat mama menjawab.    
Besok pagi tepat jam 7 mbak Tuti akan pergi berangkat ke Malang untuk melanjutkan study S2 nya. Pesawat terbng menjadi pilihan kendaraan yang digunakannya karenacepat dan tidak terlalu mahal. Saya dan keluarga berencana untuk mengantar kepergiannya hingga ke bandara Internasional Supadio Pontianak. Jadi, kami mesti berangkat lebih 1 jam lebih awal dari jadwal keberangkatan agar mbak tuti tidak tertinggal pesawat.
            Bagi sobat anak Pontianak yang sering bepergian ke luar pulau untuk jalan-jalan, kerja, ataupun hanya sekedar mudik tahunan pastinya sudah mengenal Bandar udara yang terletak di Kabupaten Kubu Raya ini. Landasan pacunya yang besar, pesawat-pesawat berbadan besar yang selalu lepas dan turun landas silih berganti tiap harinya merupakan pemandangan yang biasa terlihat disana.
  Meskipun bandara Supadio begitu banyak menampilkan sisi perkembangan kota yang modern, pernahkan sobat mengintip walau hanya sebentar keadaan di balik bandara yang sellau melayani 1200 hingga 1700 penumpang ke berbagai rute tiap harinya ini? Suasananya sungguh jauh berbeda dengan kemoderenan yang ditampakkan oleh si bandara. Tepat di belakang landasan terdapat kehidupan yang masih dapat dikatakan sederhana. Warganya masih memiliki kehidupan sebagai petani dengan hamparan sawah yang benar-benar tepat berlokasi dibelakang landasan. Akan tetapi, tidak semua warga di sana hidup dari bertani. Mereka para petani hanyalah segelintir orang yang masih memperthankan sawahnya yang masih menghasilkan untuk digarap. Saat melewati jalan setapaknya yang kecil dan tidak tertutup aspal kita dapat melihat pesawat yang sedang turun landas hampir berada tepat di atas kepala kita. Suaranya yang dihasilkannya sangat keras apalagi jika di dengar dalam jarak yang amat dekat. Tentu dapat dibayangkan bagaimana pemandangan dan suara tersebut menjadi makanan para warga di sana sehari-harinya tidak perduli apakah itu pagi, siang atau malam.
            Sobat sudah pernah jalan-jalan ke tempat ini? Jaln kaki atau naik kendaraan? Kalau sobat ingin ke sana dengan menggunakan sepeda motor, ada baiknya periksa dulu ban depan maupun ban belakang motor sobat. Hal ini dikarenakan jalanan di sana penuh dengan bebatuan jadi ada kemungkinan membuat ban motor kita bocor. Kalau sudah terlanjur bocor, bakalan susah mencari tempat tampal ban yang dekat. Maka dari itu, lebih baik sedia payung sebelum hujan kan. Selain batu-batu yang mencuat di sana-sini, jalanan di sana juga bakalan lebih parah setelah turun hujan. Karen itulah kehati-hatian sangat diperlukan dalam keadaaan ini.
Meskipun keadaanya demikian, orang-orang yang tinggal di sini sepertinya sudah terbiasa dengan keadaan ini sehingga tidak terlalu mempermasalahkannya. Salah satu contohnya adalah teman saya sendiri, Ety Tamiya. Bahkan sewaktu masih sekolah dulu, ia selalu bolak balik dari supadio ke kotabaru setiap harinya. Padahal jarak dari rumahnya hingga ke jalan raya saja sudah cukup jauh. Bisa dibilang teman saya yang satu ini benar-benar tahan banting.
Meskipun masih di belakang landasan, udara di tempat ini masih segar dan nyaman untuk di hirup. Pohon-pohon yang ada di sini masih berdiri. Rumah-rumah juga belum terlalu padat. Di samping itu orang-orang yang tinggal di sana juga ramah-ramah terhadap orang-orang baru. Ternyata di balik landasan yang penuh hiruk pikuk itu memang masih terdapat kesejukan yang tidak mungkin di dapatkan di kota.
                       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar