Senin, 06 Juni 2016

A Tale from Mempawah City

Have you ever been to Mempawah city in West Kalimantan?

Some people call Mempawah city as Bestary City or the earth of Galaherang. This city is divided into two by Mempawah River. They are “Mempawah hilir” and “Mempawah Timur.” The name of Mempawah itself comes from the words of “Mempelam Paloh”, a tree that can be found easily around that place. But I will not talk about the history of Mempawah city. I prefer to tell you a short story that not many people know, even people in west Kalimantan. There is a tale in Mempawah about yellow crocodile. People only know it from the older people. It is retold from one person to others. I am going to tell you this but at the first place I will apologize if the story is not 100% correspond with the original story as this is only narrative story based on what people believe happened in the past even though it is difficult to believe. For this one, I will retell it in Bahasa Indonesia so people in Indonesian archipelago can enjoy read it. But later, I will consider to make the English version. Please, enjoy it.


Buaya Kuning Sungai Mempawah

Alkisah, di sebuah kerajaan Bangkule Rajakng, negri Mempawah Tua, bertahtalah seorang raja yang bernama Patih Nyabakng yang  memiliki kesaktian yang luar biasa. Namun sayang, ia memiliki cacat fisik berupa jari tangan yang tidak sempurna. Hal inilah yang membuatnya mendapatkan gelar dari rakyatnya sebagai Raja Kodung.
Demi menyembuhkan cacat fisiknya, Raja Kodung telah melakukan banyak cara. Ia bahkan telah banyak menghubungi ahli pengobatan untuk menyembuhkan penyakitnya. Akan tetapi, tak satupun dari ahli pengobatan tersebut yang berhasil mengobatinya. Mendapati dirinya yang tak kunjung sembuh, hati Raja Kodung diliputi oleh kegelisahan dan kesedihan. Di tengah keputusasaannya itulah sang Raja kemudian terdorong untuk melakukan sumpah. Ia memanggil seluruh hambanya yang ada dikerajaannya untuk menjadi saksi sumpah yang akan ia ikrarkan.
     “Barangsiapa yang mampu untuk menyembuhkan penyakit fisikku ini, bila ia lali-laki maka akan aku angkat sebagai saudara kandung. Tetapi apabila ia wanita maka ia akan kujadikan istri,” kata Raja Kodung dengan lantang dan penuh keyakinan.
Tak berapa lama setelah Raja Kodung mengucapkan sumpahnya, terbersit keinginan Raja Kodung untuk melakukan kebiasaannya menjala ikan dan udang di sungai Mempawah. Ternyata walaupun memiliki jari yang buntung, Raja Kodung sangatlah ahli dalam menebar jala. Ia selalu mendapatkan hasil yang berlimpah ketika menjala ikan.
Ditemani oleh beberapa orang pengawal, pergilah Raja Kodung ke sungai Mempawah. Sungai Mempawah ini berbentuk memanjang yangmana bermula dari Kabupaten Landak (Kecamatan Mempawah Hulu) hingga bermuara pada Laut Natuna di Kabupaten Mempawah (Kecamatan Mempawah Hilir). Cuaca sedang cerah saat itu. Air sungai mengalir dengan tenang. Airnya memang terlihat agak coklat karena dasar sungainya yang berlumpur tetapi cukup bersih untuk dapat digunakan dalam kegiatan sehari-hari seperti mandi dan mencuci baju. Pepohonan di sekitar sungai pun masih lebat sehingga menambah keasrian sungai. Tak hanya itu, batu-batuan besar dan pohon-pohon kelapa yang tinggi menjulang pun semakin melengkapi keindahan pemandangan sungai. Tak begitu jauh dari tempat Raja Kodung dan pengawalnya berada, anak-anak riang gembira bermain air di sungai sementara ibu-ibu mereka sedang asik mencuci baju.
Raja Kodung memilih daerah sungai yang dalam sebagai tempat menjala ikan. Biasanya, Raja Kodung tak butuh waktu lama untuk menjaring ikan-ikan besar seperti belida atau patin dan udang-udang galah yang ada di sungai. Namun pada hari itu, bahkan ketika matahari sudah berada tinggi di atas kepala,  dan anak-anak beserta ibu-ibu mereka sudah pulang kerumah masing-masing,  Raja Kodung tetap tidak berhasil mendapatkan hasil seekor ikanpun.
Raja Kodung pantang untuk kembali ke kerajaan sebelum ia berhasil mendapatkan ikan dan udang seperti biasanya. Ia pun kembali menebarkan jalanya. Akan tetapi, ketika Raja Kodung hendak menarik jala yang telah ditebarnya tersebut, jala itu tersangkut oleh sesuatu yang berada di kedalaman sungai. Walaupun ia berusaha keras untuk menarik jala itu, jala nya tetap tidak mau terlepas.
Kedua alis Raja Kodung saling bertaut. Ia tampak sangat keheranan dengan apa yang terjadi pada jalanya karena baru kali itulah jalanya tersangkut begitu kuat oleh sesuatu yang seakan menarik jalanya dari dalam dasar sungai.
     “Apa yang membuat jalaku tersangkut?” Raja Kodung bertanya dengan suara pelan, lebih kepada dirinya sendiri. “Ini benar-benar tidak seperti biasanya.” Ia memandang sekilas kepada para pengawalnya yang selalu setia menemaninya lalu berujar, “Aku akan menyelam ke dasar sungai untuk mengetahui apa yang terjadi pada jalaku.” Raja Kodung pun kembali menatap sungai Mempawah yang tak terusik sedikitpun oleh permasalahan yang sekarang ia hadapi.
Mengingat kesaktian yang dimiliki oleh Raja Kodung, para pengawal mengangguk menyetujui keinginan raja untuk memeriksa dasar sungai. Tanpa berbasa-basi, Raja Kodung segera menceburkan dirinya kedalam sungai. Dengan ilmu yang dimilikinya, Raja Kodung sama sekali tidak mengalami kesulitan ketika harus bernafas di dalam air. Ia juga tidak mengalami masalah karena harus menyelam ke dasar sungai dengan masih berpakaian lengkap berupa kemeja lengan panjang berwarna hijau dengan celana panjang berwarna senada dan dilengkapi dengan sarung bercorak insang yang dilingkarkan di pinggang setengah tiang.
Setelah menyelam ke dasar sungai, Raja Kodung mulai menyusuri sungai untuk mencari pucuk jalanya yang tersangkut. Tampak bebatuan yang memenuhi dasar sungai dan rumput-rumput sungai yang melambai-lambai terkena arus air yang lambat.  Sesekali ikan nila dan ikan cupang berenang melewatinya. Bahkan, disana juga terlihat jelas ketika ikan tapah yang menjadi predator bagi ikan-ikan lain yang lebih kecil keluar dari lubang persembunyiannya. Ikan tapah ini berukuran besar, hampir mencapai 2 meter. Selain memiliki kepala dan mulut yang lebar, ikan ini juga memiliki sepasang duri dan sirip belakang yang panjang. Seandainya saat itu Raja Kodung hanya berjalan-jalan biasa, tentulah ia akan berhenti sebentar untuk menikmati pemandangan dasar sungai. Akan tetapi, sedikitpun perhatian Raja Kodung tidak teralih dari pencarian pucuk jalanya yang terkait.
Sesampainya Raja Kodung di dasar sungai yang paling dalam, yang sulit dijangkau oleh kemampuan manusia biasa, ia berhasil menemukan pucuk jalanya. Ia begitu terkejut begitu mengetahui apa yang membuat pucuk jalanya tersangkut. Ternyata bukan batu sungai yang menyebabkan jalanya tersangkut, melainkan karena jala tersebut sedang dipegang oleh seorang wanita. Wanita tersebut berparas amat cantik. Meskipun begitu, penampilannya jauh dari penampilan gadis kebanyakan. Wanita yang mempesona tersebut tidak menyanggul rambutnya melainkan membiarkan rambut hitam panjangnya tergerai. Selain itu baju kurung berwarna merah dan kain yang dipakainya tampak sangat indah. Perhiasan yang dipakainya berupa kalung bersusun tiga yang melingkari lehernya yang jenjang, gelang berukir di kedua pergelangan tanganya dan mahkota bertabur permata di kepalanya semakin menambah pesona wanita itu.
Raja Kodung begitu terkejut karena ia tidak pernah membayangkan jika jalanya ternyata ada ditangan wanita yang kecantikannya seperti rembulan di malam hari. Selain itu ia tidak pernah melihat ada seorang manusia pun yang dapat hidup di dasar sungai.
    “Selamat datang di Negeri Banyu Mustari, paduka yang mulia Raja Kodung” Wanita cantik itu memberi hormat. Ternyata Raja Kodung tidak hanya masuk ke dalam dasar sungai tetapi juga masuk ke dalam alam gaib.
Dengan diliputi rasa heran yang teramat besar Raja Kodung mengajukan pertanyaan yang ada di kepalanya kepada wanita itu tanpa meninggalkan rasa hormatnya. “Wahai putri yang cantik jelita, siapakah anda sebenarnya? Kenapa engkau menahan pucuk jalaku? Dan kenapa engkau tahu bahwa aku adalah Raja Kodung, raja dari Mempawah?”
Wanita cantik itu tersenyum. “Nama saya adalah Banyu Mustari, paduka. Saya adalah penguasa sungai ini. Karena itulah negeri ini disebut sebagai negeri Banyu Mustari.”
Raja Kodung terdiam mendengar penjelasan putri Banyu Mustari.
Putri Banyu Mustari melajutkan penjelasannya. “ Mengenai Raja Kodung, tidak ada satupun makhluk di dunia ini yang tidak tahu baginda raja Mempawah yang sakti mandraguna seperti Raja Kodung.” Lagi-lagi Puti Banyu Mustari tersenyum menampilkan deretan giginya yang berderet rapi dan putih.
     “Lalu apa maksud putri menahan jalaku?” Raja Kodung tampak begitu tidak sabar ingin mengetahui alasan Putri Banyu Mustari menahan jalanya.
     “Wahai paduka yang mulia Raja Kodung, saya menahan pucuk jala itu karena saya ingin menolong paduka raja sekaligus menjawab sumpah yang pernah paduka ucapkan” Suara Banyu Mustari terdengar begitu halus dan merdu ketika memberikan penjelasan.
Illustration: Raja Kodung and Putri Banyu Mustari
Mendengar penjelasan sang Putri, Raja Kodung teringat akan janji yang pernah diucapkannya bahwa siapapun yang mampu menyembuhkan penyakit yang ia derita, maka ia akan mengangkatnya menjadi saudara apabila laki-laki, dan menjadikannya istri apabila seorang wanita.
        “Jika saya sanggup menyembuhkan penyakit yang Paduka Raja Kodung derita, apakah Paduka akan menepati janji yang sudah Paduka ucapkan untuk menjadikan saya sebagai istri Paduka?” Putri Banyu Mustari menatap mata Raja Kodung untuk memastikan bahwa raja benar-benar akan menepati janjinya.

TO BE CONTINUED...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar