Have you ever been to Mempawah city in West Kalimantan?
Some people call Mempawah city as Bestary City or the
earth of Galaherang. This city is divided into two by Mempawah River. They are “Mempawah
hilir” and “Mempawah Timur.” The name of Mempawah itself comes from the words
of “Mempelam Paloh”, a tree that can be found easily around that place. But I
will not talk about the history of Mempawah city. I prefer to tell you a short
story that not many people know, even people in west Kalimantan. There is a
tale in Mempawah about yellow crocodile. People only know it from the older
people. It is retold from one person to others. I am going to tell you this but
at the first place I will apologize if the story is not 100% correspond with
the original story as this is only narrative story based on what people believe
happened in the past even though it is difficult to believe. For this one, I
will retell it in Bahasa Indonesia so people in Indonesian archipelago can
enjoy read it. But later, I will consider to make the English version. Please,
enjoy it.
Buaya Kuning Sungai Mempawah
Alkisah,
di sebuah kerajaan Bangkule Rajakng, negri Mempawah Tua, bertahtalah seorang raja
yang bernama Patih Nyabakng yang memiliki kesaktian yang luar biasa. Namun
sayang, ia memiliki cacat fisik berupa jari tangan yang tidak sempurna. Hal
inilah yang membuatnya mendapatkan gelar dari rakyatnya sebagai Raja Kodung.
Demi menyembuhkan cacat fisiknya, Raja
Kodung telah melakukan banyak cara. Ia bahkan telah banyak menghubungi ahli
pengobatan untuk menyembuhkan penyakitnya. Akan tetapi, tak satupun dari ahli
pengobatan tersebut yang berhasil mengobatinya. Mendapati dirinya yang tak
kunjung sembuh, hati Raja Kodung diliputi oleh kegelisahan dan kesedihan. Di
tengah keputusasaannya itulah sang Raja kemudian terdorong untuk melakukan
sumpah. Ia memanggil seluruh hambanya yang ada dikerajaannya untuk menjadi
saksi sumpah yang akan ia ikrarkan.
“Barangsiapa
yang mampu untuk menyembuhkan penyakit fisikku ini, bila ia lali-laki maka akan
aku angkat sebagai saudara kandung. Tetapi apabila ia wanita maka ia akan
kujadikan istri,” kata Raja Kodung dengan lantang dan penuh keyakinan.
Tak berapa lama setelah Raja Kodung
mengucapkan sumpahnya, terbersit keinginan Raja Kodung untuk melakukan
kebiasaannya menjala ikan dan udang di sungai Mempawah. Ternyata walaupun
memiliki jari yang buntung, Raja Kodung sangatlah ahli dalam menebar jala. Ia
selalu mendapatkan hasil yang berlimpah ketika menjala ikan.
Ditemani oleh beberapa orang pengawal,
pergilah Raja Kodung ke sungai Mempawah. Sungai Mempawah ini berbentuk
memanjang yangmana bermula dari Kabupaten Landak (Kecamatan Mempawah Hulu)
hingga bermuara pada Laut Natuna di Kabupaten Mempawah (Kecamatan Mempawah
Hilir). Cuaca sedang cerah saat itu. Air sungai mengalir dengan tenang. Airnya
memang terlihat agak coklat karena dasar sungainya yang berlumpur tetapi cukup
bersih untuk dapat digunakan dalam kegiatan sehari-hari seperti mandi dan
mencuci baju. Pepohonan di sekitar sungai pun masih lebat sehingga menambah
keasrian sungai. Tak hanya itu, batu-batuan besar dan pohon-pohon kelapa yang
tinggi menjulang pun semakin melengkapi keindahan pemandangan sungai. Tak begitu
jauh dari tempat Raja Kodung dan pengawalnya berada, anak-anak riang gembira bermain
air di sungai sementara ibu-ibu mereka sedang asik mencuci baju.
Raja Kodung memilih daerah sungai yang
dalam sebagai tempat menjala ikan. Biasanya, Raja Kodung tak butuh waktu lama
untuk menjaring ikan-ikan besar seperti belida atau patin dan udang-udang galah
yang ada di sungai. Namun pada hari itu, bahkan ketika matahari sudah berada
tinggi di atas kepala, dan anak-anak
beserta ibu-ibu mereka sudah pulang kerumah masing-masing, Raja Kodung tetap tidak berhasil mendapatkan hasil
seekor ikanpun.
Raja Kodung pantang untuk kembali ke
kerajaan sebelum ia berhasil mendapatkan ikan dan udang seperti biasanya. Ia
pun kembali menebarkan jalanya. Akan tetapi, ketika Raja Kodung hendak menarik
jala yang telah ditebarnya tersebut, jala itu tersangkut oleh sesuatu yang berada
di kedalaman sungai. Walaupun ia berusaha keras untuk menarik jala itu, jala
nya tetap tidak mau terlepas.
Kedua alis Raja Kodung saling bertaut.
Ia tampak sangat keheranan dengan apa yang terjadi pada jalanya karena baru
kali itulah jalanya tersangkut begitu kuat oleh sesuatu yang seakan menarik
jalanya dari dalam dasar sungai.
“Apa
yang membuat jalaku tersangkut?” Raja Kodung bertanya dengan suara pelan, lebih
kepada dirinya sendiri. “Ini benar-benar tidak seperti biasanya.” Ia memandang
sekilas kepada para pengawalnya yang selalu setia menemaninya lalu berujar,
“Aku akan menyelam ke dasar sungai untuk mengetahui apa yang terjadi pada
jalaku.” Raja Kodung pun kembali menatap sungai Mempawah yang tak terusik
sedikitpun oleh permasalahan yang sekarang ia hadapi.
Mengingat kesaktian yang dimiliki oleh
Raja Kodung, para pengawal mengangguk menyetujui keinginan raja untuk memeriksa
dasar sungai. Tanpa berbasa-basi, Raja Kodung segera menceburkan dirinya
kedalam sungai. Dengan ilmu yang dimilikinya, Raja Kodung sama sekali tidak
mengalami kesulitan ketika harus bernafas di dalam air. Ia juga tidak mengalami
masalah karena harus menyelam ke dasar sungai dengan masih berpakaian lengkap
berupa kemeja lengan panjang berwarna hijau dengan celana panjang berwarna
senada dan dilengkapi dengan sarung bercorak insang yang dilingkarkan di
pinggang setengah tiang.
Setelah menyelam ke dasar sungai, Raja
Kodung mulai menyusuri sungai untuk mencari pucuk jalanya yang tersangkut.
Tampak bebatuan yang memenuhi dasar sungai dan rumput-rumput sungai yang
melambai-lambai terkena arus air yang lambat.
Sesekali ikan nila dan ikan cupang berenang melewatinya. Bahkan, disana
juga terlihat jelas ketika ikan tapah yang menjadi predator bagi ikan-ikan lain
yang lebih kecil keluar dari lubang persembunyiannya. Ikan tapah ini berukuran
besar, hampir mencapai 2 meter. Selain memiliki kepala dan mulut yang lebar,
ikan ini juga memiliki sepasang duri dan sirip belakang yang panjang.
Seandainya saat itu Raja Kodung hanya berjalan-jalan biasa, tentulah ia akan
berhenti sebentar untuk menikmati pemandangan dasar sungai. Akan tetapi,
sedikitpun perhatian Raja Kodung tidak teralih dari pencarian pucuk jalanya
yang terkait.
Sesampainya Raja Kodung di dasar sungai
yang paling dalam, yang sulit dijangkau oleh kemampuan manusia biasa, ia
berhasil menemukan pucuk jalanya. Ia begitu terkejut begitu mengetahui apa yang
membuat pucuk jalanya tersangkut. Ternyata bukan batu sungai yang menyebabkan
jalanya tersangkut, melainkan karena jala tersebut sedang dipegang oleh seorang
wanita. Wanita tersebut berparas amat cantik. Meskipun begitu, penampilannya
jauh dari penampilan gadis kebanyakan. Wanita yang mempesona tersebut tidak
menyanggul rambutnya melainkan membiarkan rambut hitam panjangnya tergerai. Selain
itu baju kurung berwarna merah dan kain yang dipakainya tampak sangat indah.
Perhiasan yang dipakainya berupa kalung bersusun tiga yang melingkari lehernya
yang jenjang, gelang berukir di kedua pergelangan tanganya dan mahkota bertabur
permata di kepalanya semakin menambah pesona wanita itu.
Raja Kodung begitu terkejut karena ia
tidak pernah membayangkan jika jalanya ternyata ada ditangan wanita yang
kecantikannya seperti rembulan di malam hari. Selain itu ia tidak pernah
melihat ada seorang manusia pun yang dapat hidup di dasar sungai.
“Selamat
datang di Negeri Banyu Mustari, paduka yang mulia Raja Kodung” Wanita cantik
itu memberi hormat. Ternyata Raja Kodung tidak hanya masuk ke dalam dasar
sungai tetapi juga masuk ke dalam alam gaib.
Dengan diliputi rasa heran yang teramat
besar Raja Kodung mengajukan pertanyaan yang ada di kepalanya kepada wanita itu
tanpa meninggalkan rasa hormatnya. “Wahai putri yang cantik jelita, siapakah
anda sebenarnya? Kenapa engkau menahan pucuk jalaku? Dan kenapa engkau tahu
bahwa aku adalah Raja Kodung, raja dari Mempawah?”
Wanita cantik itu tersenyum. “Nama saya
adalah Banyu Mustari, paduka. Saya adalah penguasa sungai ini. Karena itulah
negeri ini disebut sebagai negeri Banyu Mustari.”
Raja Kodung terdiam mendengar
penjelasan putri Banyu Mustari.
Putri Banyu Mustari melajutkan
penjelasannya. “ Mengenai Raja Kodung, tidak ada satupun makhluk di dunia ini
yang tidak tahu baginda raja Mempawah yang sakti mandraguna seperti Raja
Kodung.” Lagi-lagi Puti Banyu Mustari tersenyum menampilkan deretan giginya
yang berderet rapi dan putih.
“Lalu
apa maksud putri menahan jalaku?” Raja Kodung tampak begitu tidak sabar ingin
mengetahui alasan Putri Banyu Mustari menahan jalanya.
“Wahai
paduka yang mulia Raja Kodung, saya menahan pucuk jala itu karena saya ingin
menolong paduka raja sekaligus menjawab sumpah yang pernah paduka ucapkan”
Suara Banyu Mustari terdengar begitu halus dan merdu ketika memberikan
penjelasan.
Illustration: Raja Kodung and Putri Banyu Mustari |
Mendengar penjelasan sang Putri, Raja
Kodung teringat akan janji yang pernah diucapkannya bahwa siapapun yang mampu
menyembuhkan penyakit yang ia derita, maka ia akan mengangkatnya menjadi
saudara apabila laki-laki, dan menjadikannya istri apabila seorang wanita.
“Jika
saya sanggup menyembuhkan penyakit yang Paduka Raja Kodung derita, apakah
Paduka akan menepati janji yang sudah Paduka ucapkan untuk menjadikan saya
sebagai istri Paduka?” Putri Banyu Mustari menatap mata Raja Kodung untuk
memastikan bahwa raja benar-benar akan menepati janjinya.
TO BE CONTINUED...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar