Bila sobat memiliki postur tubuh yang besar, kulit yang gelap dan merupakan seorang pendatang di suatu daerah, ada baiknya sobat lebih berhati-hati. Salah sedikit saja, bisa-bisa sobat dicurigai sebagai pencoleng oleh penduduk setempat. Seperti halnya pengalaman dua orang teman KKN (Kuliah Kerja Nyata) saya yaitu Yoseph dan Thomas, di Desa Senakin, Kabupaten Landak. Sebagai orang yang di sangka sebagai pencoleng, bukan tidak mungkin warga setempat akan mengeroyok mereka secara massa. Untung masih diraih, Tomas mahasiswa jurusan penjaskes FKIP Untan, mampu memberikan penjelasan kepada warga dalam bahasa daerah Dayak Ahe. Mereka pun dapat pulang ke post KKM dengan selamat untuk kemudian menceritakan pengalaman tersebut dengan tawa yang lebar.
Peristiwa ini hanya salah satu dari beribu pengalaman saat saya dan teman-teman saat menjalani masa-masa KKN. Kami (Yoseph, Gracia, Kiki, Krispina, Leni, Novita, Rino, Thomas, Tika, dan saya Tri) ditugaskan untuk menjadi guru bantu di SMA Negeri 1 Sengah Temila. Tidak hanya kepala sekolah, Fransiskus Sius, tetapi juga para guru dan staf, menyambut kedatangan kami dengan sangat baik dan penuh antusiasme. Tidak hanya itu, kami pun juga diberikan tempat tinggal sementara di rumah Heron, salah seorang guru BK di sekolah tersebut, yang terletak di Simpang Andeng. Bahkan, pihak sekolah bersedia menanggung seluruh biaya listrik selama kami tinggal di rumah tersebut. Wow, sungguh kesan pertama yang begitu menggoda!
Rumah ku adalah rumah mu
Saya dan teman-teman segera berkemas setelah rumah di simpang andeng ini kami ambil alih sementara. Dilihat dari luar rumah tersebut biasa saja dengan cat tempok putihnya yang sudah kusam. Namun, dilihat dari dalam, rumah ini terlihat cukup terawat. Hanya ada sedikit tanda mata dari tangan-tangan jahil yang menuliskan namanya di tembok-tembok rumah. Rumah tersebut terdiri atas dua lantai dengan tiga kamar tidur dan satu kamar mandi. Namun, semua kamar terdapat di lantai bawah. Gosipnya, di bawah tangga penghubung lantai satu dengan lantai dua ada sosok yang misterius. Mungkin karna itulah di masa awal kami tinggal disana, tidak ada seorangpun yang mau berlama-lama di atas setelah malam tiba. Apalagi, di lantai atas tidak ada lampu yang terpasang sehingga gelap gulita. Tapi mendekati masa kepulangan kami, tentu saja gossip itu terbukti tidak benar adanya karna tidak pernah ada hal-hal aneh disana. Semua aman dan terkendali.
Di sebelah kanan rumah kami terbentang sawah yang tidak terlalu luas. Sementara di sebelah kiri terdapat rumah tetangga yang ternyata memiliki babi peliharaan. Babi inilah yang setiap hari mondar-mandir di belakang dan di bawah lantai rumah kami sambil mengeluarkan suara uikan yang khas. Pemandangan celeng yang berkeliaran dengan bebas ini tentu bukan hal yang biasa terlihat di kota seperti Pontianak. Sementara itu, di depan rumah terdapat warung tempat kami biasa membeli telur, indomie, ataupun sekedar jajanan. Untung saja, anjing-anjing yang dipelihara ibu pemilik warung tidak menggigit kecuali menggonggong di malam hari. Di rumah ini lah perjalanan KKN kami dimulai. Di tempat inilah kami belajar bertoleransi tidak hanya dari segi agama yang beraneka ragam tetapi juga dari segi mental. Di tempat ini jugalah kami belajar saling berbagi kesenangan maupun kesulitan walaupun fakta nya kadang kala pertengkaran kecil antar keluarga tidak dapat terhindarkan. Ya, kami telah menjadi satu keluarga kecil di rumah dengan segudang pengalaman baru.
SMA Negri Senakin tercinta
Mengemban tugas Suci mulia
Membimbing mendidik penerus bangsa
Derapkanlah langkahmu
luruskanlah barismu
luruskanlah barismu
Kita songsong hari depan
Matangkanlah jiwamu
Satukanlah tekadmu
Satukanlah tekadmu
Menuju Indonesia jaya
Penggalan lagu di atas merupakan mars SMAN 1 Sengah Temila yang selalu di dengungkan setiap hari senin. Suara siswa-siswi yang lantang dan penuh khidmat saat menyanyikan mars tersebut menjadi cerminan kecintaan mereka terhadap sekolah tempat mereka belajar.
Sekilas, SMAN 1 Sengah Temila ini tidak jauh berbeda dari sekolah-sekolah negri lainnya kecuali halaman belakang sekolahnya yang sangat luas. Namun, ternyata sekolah ini sangat minim guru. Bahkan, saat itu guru Bahasa Inggris yang ada disana hanya ada satu orang yang harus mengajar kelas 1, 2 dan 3 semua kelas. Tentu saja tidak semua kelas bisa tertangani dengan baik. Mungkin saja hal ini yang menjadi salah satu penyebab rendahnya kemampuan siswa dalam bidang akademik.
Di sisi lain, sekolah ini mestinya berbagga diri karena memiliki murid-murid yang memiliki semangat tinggi dan sopan santun terhadap guru mereka. Saat tiba jam pelajaran di kelas mereka semua duduk tenang mendengarkan penjelasan guru. Tidak ada celotehan, kegaduhan maupun umpatan. Bukan karena mereka takut pada guru yang galak, melainkan karna mereka menjunjung tinggi para guru. Bahkan penghormatan pada guru mereka juga diberikan pada kami mahasiswa KKN saat di kelas. Sungguh hal yang jarang di dapatkan di kota yang siswanya lebih berorientasi nilai dimana guru galak lebih ditakuti, guru yang memberikan nilai disegani, mahasiswa yang menjadi guru bantu disoraki.
Bukan hanya kesopanan yang patut diteladani dari siswa-siswi SMAN 1 Sengah Temila ini, melainkan juga semangat belajar di sekolah yang mereka miliki. Kebanyakan dari mereka berangkat dan pulang dari sekolah dengan berjalan kaki. Beata Marlangen, atau yang akrab disapa Langen bahkan harus menempuh 12 km dengan berjalan kaki sebelum akhirnya tiba disekolah. Berangkat dari rumah pukul 5 pagi dan sampai di sekolah pukul 6.40 merupakan hal yang biasa ia lakukan hampir setiap hari.
“Ya sebenarnya sih capek tapi udah terbiasa dari SMP”, begitulah jawaban Langen ketika ditanya perihal kebiasaan berjalan kakinya ini. ”Kalau pake motor gitu kan biayanya terlalu banyak jadi kan kalau jalan kaki paling jajan jak kan, kalau pake motor pake bensin kasian orang tua juga, yah selagi bisa berjalan jalan lah”, lanjut Langen.
Langen hanyalah salah satu dari banyak siswa yang harus menempuh jarak yang jauh untuk sekedar menghilangkan dahaga nya akan pengetahuan di bangku sekolah. Hal ini sungguh berbanding terbalik dengan siswa-siswi yang ada di perkotaan yang tidak ada motor tida mau masuk sekolah. Bahkan siswa SMP (Sekolah Menengah Pertama) pun sudah banyak yang diberikan fasilitas kendaraan bermotor oleh orang tua mereka. Tidak heran apabila setiap pagi dan siang hari jalanan selalu disesaki oleh para pengguna motor yang notabene nya kebanyakan pelajar. Lain kolam lain pula ikannya. Lain tempat, lain pula kebiasaannya. Jika ada hal baik yang dapat kita ambil dari tempat lain, tidak ada salahnya kita ambil sebagai pelajaran untuk masa yang akan datang.
Pesona Riam Solang
Riam solang menjadi salah satu daya tarik di kecamatan Sengah temila. Jaraknya yang tidak terlalu jauh dari Desa Senakin membuat saya dan teman-teman memutuskan untuk beristirahat sejenak dari kepenatan dan merefreshkan pikiran di riam yang memiliki air terjun dengan ketinggian tiga hingga empat meter ini.
Perjalanan yang ditempuh dengan menggunakan sepeda motor ini memakan waktu lebih kurang 25 menit. Saat itu hanya saya, Kiki, Tomas, Yoseph, Krispina dan 3 orang murid saja yang pergi ke riam Solang sementara yang lainnya memilih tinggal di rumah. Kami menggunakan 4 motor. Teman-teman saya yang lainnya mulus sekali perjalanannya. Sementara saya yang tidak terbiasa mengendarai sepeda motor di tempat yang penuh bebatuan dan menanjak agak kesulitan bahkan beberapa kali hampir terjatuh. Sepertinya Kiki yang saya bonceng pun sudah bergidik ngeri dibelakang saya. Hehe, maaf ya Ki. Tapi untungnya teman-teman yang lain berbaik hati menunggui saya dan Kiki yang selalu berjalan paling bontot sehingga kami tidak tersesat. Lucky we have you all friends.
Sesampainya di Riam Solang, gerimis hujan telah menanti. Langit juga sudah mulai gelap. Kami tetap nekat langsung turun ke bawah. Batu-batuan yang ada disana cukup besar dan airnya sangat lah jernih. Baru saja sebentar menikmati pemandangan di Riam Solang, hujan derasa mengguyur kami. Kamipun mulai panik dan memutuskan untuk langsung naik ke atas mencari tempat berteduh.
Sambil menunggu hujan reda, ternyata sudah terdapat ayam yang akan menjadi santapan kami nanti. Tomas dengan cekatan membersihkan bulu-bulu yang menempel pada tubuh si ayam. Tak lama kemudian, si ayam pun sudah jatuh di atas perapian dengan mulusnya. Saat si ayam matang, hujan pun sudah reda. Kami kembali melanjutkan perjalanan bersantai di riam solang dengan mengarak si ayam yang sudah tak berbulu tersebut. Bebatuan besar kami pilih sebagai tempat menamatkan riwayat si ayam untuk masuk kedalam perut kami yang lapar.
Setelah kenyang, kami turun ke dalam air untuk bersenang-senang. Tak lupa kami memposekan beberapa gaya saat berfoto ria. Tak lama kemudian, teman-teman yang lain pun mulai keasyikan berenang. Tinggallah saya yang tidak bisa berenang dan Kiki yang katanya sudah lama gak berenang. Dengan berbaik hati Vina dan Tomas mengajari saya berenang, tapi emang dasar payah dalam hal renang, ngambang pun saya tetap tidak bisa dan hampir tenggelam. Olahraga emang bukan bidang saya sepertinya.
Alhasil, karna gagal berenang saya hanya menikmati objek pemandangan di riam solang. Sketsa riam solang memang sangat menarik hati. Dikelilingi rerimbunan pohon yang hijau, riam solang bak kolam pemandian para bidadari dilengkapi dengan air terjun bak kendi air mancur yang tak habis mengalir.
Entah sudah berapa lama yang kami habiskan di riam solang ini, akhirnya kamipun memutuskan untuk pulang. Kiki yang sepertinya jera naik motor dengan saya akhirnya lebih memilih tanjal tiga dengan tomas dan salah seorang murid. Untung saja perjalanan pulang terasa lebih mudah dan lebih singkat. Hari yang melelahkan memang tapi sangat menyenangkan.
Memuaskan mata untuk sejenak menikmati keindahan panorama alam merupakan menu utama yang ditawarkan gunung Sehaq. Gunung yang terletak di Desa Asong dan Paloatn ini menyuguhkan keasrian alam dengan pepohonannya yang besar, udaranya yang segar, dan bahkan bentangan sawah, lading dan perkampungan pun dapat kita lihat dari kaki gunung ini.
Saya dan teman-teman KKN yang lain biasanya singgah ke warung yang ada di tepian jalan Sehaq. Ditemani segarnya air kelapa muda sambil asik menyaksikan matahari tenggelam, kami sangat menikmati setiap detik yang dihabiskan selama kami disana. Warung yang kebetulan kami biasa singgahi ternyata milik seorang ibu paruh baya, Martha. Tapi ia tidak sendirian berjualan disini. Ditemani oleh suaminya, wanita berambut pendek ini sudah jatuh bangun berjualan selama 6 tahun di tempat tersebut. Dari obrolan singkat dengan si mpu nya warung, ternyata warung ini ramai di kunjungi saat hari libur, tidak hanya dari kalangan siswa dan mahasiswa yang hanya ingin sekedar bersantai tetapi juga dari kalangan pengendara bis yang ingin melepas haus dan lapar.
Warung milik Martha bukanlah satu-satunya warung yang ada di sana. Masih ada warung-warung lain yang juga ramai dikunjungi. Jarak antar warung pun terbilang dekat. Makanan yang disediakan juga tidak banyak yang berbeda terdiri ats kelapa muda, durian, rebung, terong, rempeyek, roti dll. Meskipun begitu, menurut pengakuan Martha, keuntungan yang diperoleh tetap masih menjanjikan. Mungkin karna itulah Martha dan suaminya betah bejualan disana selama bertahun-tahun.
Hari sudah magrib. Matahari sudah tidak tampak lagi. Kami memutuskan untuk segera pulang karena kalau tidak buru-buru jalanan akan menjadi sangat gelap. Jalanan sepanjang gunug Sehaq memang tidak dilengkapi dengan penerangan yang memadai. Apalagi jalan di sana penuh dengan tikungan. Jika tidak hati-hati, bisa-bisa mencederai diri sendiri. Karena itulah berkendara di jalanan Gunung Sehaq mesti dibarengi dengan kewaspadaan dan kehati-hatian yang tinggi.
Jarak dari Gunung Sehaq ke Senakin tidak terlalu jauh. Jalanannya pun menurun. Di tengah-tenggah perjalanan teman-teman saya, Yoseph dan Rino, mematikan mesin motor mereka. Alhasil motor pun meluncur bebas di jalan turunan tersebut. Paling tidak, Gunung Sehaq telah masuk dalam daftar wisata alternatif kami selama menjalankan tugas KKN di desa Senakin.